Disebut Kitab Kuning karena dulunya kitab-kitab tersebut dicetak pada
kertas berwarna kuning. Baik cetakan dalam negeri atau cetakan luar
negeri (Beirut).
Walaupun saat ini sebagian besar sudah dicetak pada kertas berwarna
putih, namun nama kitab kuning tetapi dipakai dan lebih populer daripada
sebutan lain. Bahkan, kitab versi digital pun tetap disebut kitab
kuning.
Istilah lain dari Kitab Kuning adalah kitab gundul atau kitab klasik.
Di negara Arab, kitab kuning disebut dengan Kitab Turats (Turos).
Pada perkembangannya, kitab kuning tidak hanya terbatas pada
kitab-kitab yang ditulis oleh ulama klasik yang hidup di abad
pertengahan, tapi juga mencakup pada kitab-kitab yang ditulis oleh ulama
kontemporer yang meliputi bidang studi keislaman (Islamic Studies).
Perlu juga dicatat, bahwa kitab kuning dikaji secara mendalam hanya
di Pondok Pesantren yang bersistem salaf. Sedangkan di pesantren yang
bersistem modern, seperti Gontor dan semacamnya, kitab kuning tidak
dipelajari secara detail atau bahkan tidak dikaji sama sekali. Itulah
antara lain yang akan membedakan hasil keluaran pesantren salaf dan
modern. Lulusan pesantren salaf lebih mahir dan menguasai kitab kuning
dan mumpuni di bidang hukum syariah (fiqih Islam) sedangkan keluaran
pesantren modern umumnya hanya bisa berbicara bahasa Arab sehari-hari.
Dengan kata lain, kalau pesantren salaf lebih menekankan pada kemampuan
bahasa Arab tulis (writing) dan baca (reading), maka pondok modern lebih
menekankan pada kemampuan bahasa Arab bicara (speaking).
Idealnya, sebuah pesantren mengombinasikan sistem yang ada di pesantren salaf dan modern.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kitab Kuning"
Posting Komentar