Iki sasi ruwah nuli sasi poso kewajiban kito kudu poso... dst. Demikian
syair dan tembang jowo yang ada di masyarakat.
Dan
bahwa, sekarang ini adalah bulan Ruwah (Sya’ban) bulan yang kedelapan dan akan
segera memasuki bulan kesembilan yaitu sasi poso (bulan Ramadlon). Di bulan
Ruwah ada kebiasaan sebagian masyarakat yang sampai saat ini masih dilaksanakan
di beberapa tempat dan daerah, yaitu kebiasaan atau tradisi Ruwahan (Arwahan).
Tradisi yang dilakukan dengan berdoa untuk diri pribadi, orangtua dan keluarga,
dan untuk kerabat, leluhur serta orang-orang yang telah meninggal, orang-orang
yang telah beriman lebih dahulu dari pada kita semua.
Kegiatan
Ruwahan semacam ini kadang dilakukan setiap keluarga, atau bersama-sama dengan
anggota masyarakat. Kapan pertama kali Ruwahan ini dilakukan? Tidak dapat
dipastikan kapan mulainya, tetapi telah dilakukan sebagai tradisi dan terus
menerus lintas generasi, turun temurun ke anak cucu sampai saat ini.
Sebelumnya
oleh poro winasis, sesepuh pinisepuh, dan para alim diberikan sebuah
simbol-simbol sebagai perlambang dan hikmah berupa makanan yaitu “Ketan, Kolak
dan Apem”.
Oleh
karenanya di bulan Ruwah, makanan ini menjadi sangat familiar dan menjadi hampir
dipastikan menjadi menu utama supaya segenap manusia tidak lalai akan dirinya. Tidak
lalai akan ajaran tuntunan Rasulullah SAW bahwa bulan Sya’ban (Ruwah) adalah
bulan kebaikan. Jangan lalai hanya untuk menantikan bulan Ramadlon tetapi kurang
mempersiapkan apa yang harus dilakukan dan kurang memperhatikan diri dalam
membersihkan jasmani dan rohani dalam menggapai Ridlo Ilahi Rabbi. Bukan
sekedar menggelar makanan “Ketan, Kolak
dan Apem”.
Bulan
Ruwah (Sya’ban) adalah bulan untuk menyirami dan memelihara amal-amal yang
sudah baik tetap baik dan yang kurang baik menjadi baik. Karena Di bulan tersebut banyak yang lalai untuk beramal
sholeh karena yang sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan
Sya’ban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ذَلِكَ شَهْرٌ
يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ
الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا
صَائِمٌ
“Bulan
Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab
dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada
Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa
ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An
Nasa’i no. 2357)
Mengingatkan
saja untuk diri pribadi dan handai taulan, bahwa baik dilakukan di bulan Sya’ban
(Ruwah) dan di bulan-bulan yang lain adalah Puasa dan ziarah. Amalan yang
disunnahkan di bulan Sya’ban adalah banyak-banyak berpuasa. ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata,
فَمَا رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ
رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Aku
tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun
tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di
bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no.
1969 dan Muslim no. 1156)
Dan
setelah bulan Sya’ban adalah bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki
utang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya, jangan ditunda sampai
bulan Ramadhan berikutnya. Selanjutnya Kita diperintahkan melakukan ziarah
kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
زُورُوا
الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ
“Lakukanlah
ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).”
(HR. Muslim no. 976).
Kembali
kepada Ruwahan, Kenapa dikhususkan di
bulan Ruwah?
Seperti Syawalan
dilakukan berkaitan dengan bulan Syawal, Tradisi dan kebiasaan ini dilakukan
pada bulan Ruwah karena bila tidak dilakukan di bulan Ruwah bukan Ruwahan. He he
he.
Selanjutnya
yang terpenting bagi kita adalah doa dari orang yang hidup kepada orang yang
telah mati itu sangaaaat bermanfaat, dan bahkan di antara bentuk kemanfaatan doa
adalah dapat diberikan kepada orang yang masih hidup dan juga orang yang telah mati.
Suatu
tradisi yang baik ini boleh jadi dilakukan tidak hanya di bulan Ruwah saja,
tetapi bisa hampir di setiap bulan, setiap pekan, bahkan setiap hari dan
saat-saat yang mustajab, selalu berdoa karena doa adalah senjata bagi seorang
yang beriman. Doa sebagai bentuk penghormatan dan bakti kita kepada orangtua.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ
الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika
seorang manusia mati maka terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga hal;
dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang
mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِمَّا
يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا
عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ
مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا
أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِى صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ
يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
“Sesungguhnya
yang akan selalu menemani orang beriman adalah ilmu dan kebaikannya. Setelah
matinya ada ilmu yang ia ajarkan dan ia sebarkan, begitu pula anak shalih yang
ia tinggalkan, juga ada di situ mushaf yang ia wariskan atau masjid yang ia
bangun, atau rumah untuk ibnus sabil yang ia bangun, atau sungai yang ia
alirkan, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya ketika ia sehat dan
semasa hidupnya. Itu semua akan menemaninya setelah matinya.” (HR. Ibnu
Majah no. 242)
Di
samping do’a dari seorang anak, amal shalihnya seorang anak juga bermanfaat untuk
orang tuanya, meskipun ia tidak niatkan untuk kirim pahala pada orang tuanya. Apalagi
diniatkan. Ini berarti amalan dari anaknya yang shalih masih tetap bermanfaat
untuk orang tua walaupun sudah meninggal karena anak adalah hasil jerih payah
orang tua.
Rasulullah
SAW bersabda :
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya
yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri.
Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528 dan
An Nasa’i no. 4451).
Nabi
Muhammad SAW bersabda :
دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ
مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ
بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Do’a
seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah
do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya
ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan
saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: “Amin. Engkau akan
mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.” (HR. Muslim no. 2733).
Dan
Allah SWT berfirman dalam QS. Al Hasy ayat 10 :
وَالَّذِينَ
جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا
الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ
آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa:
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati
kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang.“ (QS.
Al Hasyr: 10).
Ayat di
atas menunjukkan bahwa orang-orang terdahulupun berdoa yang ditujukan kepada
orang yang masih hidup dan kepada orang yang telah meninggal dunia.
Mari
kita renungkan ... . Allah
SWT berfirman :
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
(QS. An Najm: 39).
Semoga
ini sebagai bagian dari usaha yang kita lakukan dan usahakan, adalah berdoa dan
mendoakan mereka semua. Seperti tersebut dalam doa tasyahud. Untuk itu, Marilah
kita doakan orangtua, kerabat keluarga dan orang-orang mukmin yang sekarang
ataupun yang terdahulu baik laki-laki ataupun perempuan, insya Allah akan
mendapat bagian doa pula dari anak cucu kemudian.
Belum ada tanggapan untuk "Ruwahan : Kebiasaan dari Dulu, Sekarang, dan Terus ... Selanjutnya"
Posting Komentar