Laman

Sabtu, 05 September 2015

Kitab Kuning

Disebut Kitab Kuning karena dulunya kitab-kitab tersebut dicetak pada kertas berwarna kuning. Baik cetakan dalam negeri atau cetakan luar negeri (Beirut).
Walaupun saat ini sebagian besar sudah dicetak pada kertas  berwarna putih, namun nama kitab kuning tetapi dipakai dan lebih populer daripada sebutan lain. Bahkan, kitab versi digital pun tetap disebut kitab kuning.
Istilah lain dari Kitab Kuning adalah kitab gundul atau kitab klasik. Di negara Arab, kitab kuning disebut dengan Kitab Turats (Turos).
Pada perkembangannya, kitab kuning tidak hanya terbatas pada kitab-kitab yang ditulis oleh ulama klasik yang hidup di abad pertengahan, tapi juga mencakup pada kitab-kitab yang ditulis oleh ulama kontemporer yang meliputi bidang studi keislaman (Islamic Studies).
Perlu juga dicatat, bahwa kitab kuning dikaji secara mendalam hanya di Pondok Pesantren yang bersistem salaf. Sedangkan di pesantren yang bersistem modern, seperti Gontor dan semacamnya, kitab kuning tidak dipelajari secara detail atau bahkan tidak dikaji sama sekali. Itulah antara lain yang akan membedakan hasil keluaran pesantren salaf dan modern. Lulusan pesantren salaf lebih mahir dan menguasai kitab kuning dan mumpuni di bidang hukum syariah (fiqih Islam) sedangkan keluaran pesantren modern umumnya hanya bisa berbicara bahasa Arab sehari-hari. Dengan kata lain, kalau pesantren salaf lebih menekankan pada kemampuan bahasa Arab tulis (writing) dan baca (reading), maka pondok modern lebih menekankan pada kemampuan bahasa Arab bicara (speaking).
Idealnya, sebuah pesantren mengombinasikan sistem yang ada di pesantren salaf dan modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar