Laman

Rabu, 29 April 2015

Surah Tabaraka adalah Pencegah Adzab Kubur

Surah Tabaraka_Al Mulk
Tentang surah Tabaraka, ada hadis sahih yang menyatakan:

سورة تبارك هي المانعة من عذاب القبر
(رواه ابن مردويه وحسنه الحافظ ابن حجر العسقﻻني الشافعي)

"Surat Tabaraka adalah pencegah dari siksa kubur" (HR Ibnu Marduwaih, dinilai hasan oleh al Hafidz Ibnu Hajar al Asqallani) 

Dibuktikan dengan peristiwa yang dialami oleh sebagian sahabat, bahwa mereka memasang tenda di atas tanah yang ternyata di bawahnya ada kuburan yang di dalamnya terdengar suara orang yang membaca surat Tabaraka sampai khatam.

Sahabat ini lalu menceritakan kepada Rasulullah, beliau bersabda: "Surat Tabaraka adalah pencegah dan penyelamat, yang menyelamatkannya dari siksa kubur" (HR Tirmidzi, ia menilai hasan gharib) menurut ulama wahabi dinilai dlaif

Oleh : Ust. Muhammad Ma'ruf Khozin
Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2015/04/surah-tabaraka-adalah-pencegah-adzab.html

Senin, 27 April 2015

Baca Ini di Jum'at Akhir Bulan Rajab, Tak Putus Dirham Dari Tangannya

Dari Kitab Kanzun Najaah was Surruur Fil Ad’iyah Allatii Tasyrahush Shuduur karya Syeikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds halaman 43 disebutkan sebuah amalan yang dibaca pada jum'at akhir bulan Rajab.


وَمِنْ فَوَائِدِ الشَّيْخِ عَلِيٍّ اَلْأَجْهُوْرِيِّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى كَمَا فِيْ تَرْجَمَتِهِ بِخُلَاصَةِ الْأَثَرِ أَنَّ مَنْ قَرَأَ فِيْ آخِرِ جُمُعَةٍ مِنْ رَجَبٍ وَالْخَطِيْبُ عَلَى الْمِنْبَرِأَحْمَدُ رَسُوْلُ اللهْ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهْ (خَمْسًا وَثَلَاثِيْنَ مَرَّةً)لَا تَنْقَطِعُ الدَّرَاهِمُ مِنْ يَدِهِ ذَلِكَ السَّنَةَ

Diantara Fawaaid Syeikh Ali Al-Ajhuri –rahimahullaahu Ta’ala- sebagaimana didalam terjemah (biografi) beliau dalam (kitab) Khulashatul Atsar : “Sesungguhnya barang siapa pada akhir Jumat bulan Rajab, saat Khatib berada diatas mimbar membaca: "AHMADU RASUULULLAAH MUHAMMADUN RASUULULLAAH 35 X". Maka tidak terputus dirham dari tangannya dalam setahun itu”.

Note:


قال المؤلف رحمه اللهفاعمل يا أخي بكل ما في هذا الكتاب [كنْز النجاح والسرور، من الأدعية التي تشرح الصدرو] فإنها كثيرة الفوائد

Berkata pengarang kitab Kanzun Najaah (Syeikh Syeikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds): Maka amalkanlah wahai saudaraku apa yang ada dalam kitab ini (Kitab Kanzunnajaah Wassurruur Fil Ad’iyah Allatii Tasyrahushshuduur) karena apa yang ada dalam kitab ini banyak faedahnya

Wallahu A'lam

Ust. Abdullah 'Afif

Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2015/04/baca-ini-di-jumat-akhir-bulan-rajab-tak.html

Kamis, 23 April 2015

Sekarang Bulan Rajab 1436 H

Alhamdulillah, saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab, salah satu dari empat bulan yang muliakan Allah SWT.

Dan pada malam hari ini termasuk hari yang khusus dan mulia selain hari-hari yang lain, Kamis malam Jum'at, adalah 'Syayyidul Ayyam', bendorone dino, yoiku dino kang dening Kanjeng Nabi SAW dinyatakan sebagai hari yang dilarang berpuasa karena hari Jum'at adalah hari raya bagimu sekalian. Hari raya setiap pekan bagi kita umat Islam. Juga hari untuk makan, minum, dan berdzikir. Ini menunjukkan kekhususan dan keutamaan hari Jum'at. Demikian pula dengan "Arba'atun Hurum", empat bulan haram [suci] merupakan pelajaran bagi kita bahwa Allah SWT menyebutnya secara khusus dalam Al Quran surat At-Taubah ayat 36.

Di awal bulan Rajab 1436 H sekarang ini, saat yang tepat "nandur winih-winih kebagusan" di bulan Rejeb, kemudian dipelihara dan dijaga dengan disirami pada bulan Ruwah, Insya Allah panen di bulan Poso. Hal ini untuk muhasabah [introspeksi] mempersiapkan diri dan memperbaiki diri untuk waktu ke depan [kebelet - pen] bertemu dengan bulan Poso/Romadlon, karena dikatakan :

"Bulan Rajab adalah bulan menanam, Sya'ban bulan menyirami tanaman, sedangkan bulan Ramadlan adalah bulan memetik/memanen".

Setelah bulan Rejeb yaitu ketika memasuki bulan Ruwah akan ada syair yang banyak dilagukan oleh masyarakat yaitu : 

“Iki sasi Ruwah Nuli sasi Poso, Kewajiban kito kudu poso, Yen wis rampung poso sembahyang riyoyo podo suko-suko kito sadoyo.”

Selain syair jawa di atas ada juga ada doa yang familiar di telinga kita ketika datangnya bulan Rajab di sebagian masyarakat, seperti doa di bawah ini :

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

"Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikan kami kepada Ramadlon".

Demikian syair dan doa yang dibawakan oleh masyarakat di kampung-kampung dan desa-desa ketika memasuki bulan Rajab. Mereka semua bergembira menyambutnya karena setelah Rejeb (Rajab) kemudian Ruwah (Sya'ban)  adalah  Poso (Ramadlon), bulan yang sangat ditunggu dan dinantikan oleh siapa saja termasuk kita.

Bulan Rajab termasuk salah satu dari bulan-bulan haran yang Allah SWT. sebutkan dalam Al Quran Surat Taubah ayat 36 :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.(QS. At-Taubah: 36)

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersada :

إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

"Sesungguhnya zaman telah beredar sebagaimana yang ditentukan semenjak Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun terdapat dua belas bulan diantaranya empat bulan haram; tiga bulan diantaranya berurutan, (keempat bulan haram itu adalah) Dzulqa’dah, Dzulhijjah Muharram dan Rajab bulan Mudhar yang berada diantara Jumada (Akhirah) dan Sya’ban.(HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi satu tahun dalam Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan berdasarkan perputaran matahari, empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

Dinamakan bulan haram karena, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan, diharamkan perang [kecuali diserang] di dalamnya, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram, larangan menganiaya diri berbuat dholim, lebih ditekankan dari pada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amal sholeh dan ketaatan. Sehingga, "dosa yang dikerjakan di dalamnya jauh lebih besar (dari bulan-bulan lainnya), juga amal shaleh dan pahala (di bulan tersebut) juga lebih besar."

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”

Juga pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”

Terkait dengan "Bulan Rajab adalah bulan menanam, Sya'ban bulan menyirami tanaman, sedangkan bulan Ramadlan adalah bulan memetik/memanen." bahwa memang donyo iku adalah sawah ladangnya akhirat, kudu ditanduri winih-winih kesaenan, marilah kita tanami benih-benih kebaikan, Sopo gawe ngamal becik senajan namung sethithik bakal ngrasakke unduh-unduhane, demikian pula sebaliknya. Insya Allah ngunduh apapun yang kita lakukan, baik ataupun buruk, tetep ngunduh. Kalau baik akan ngunduh kebaikan, kalau buruk juga akan ngunduh keburukan. Marilah kita jaga dan pelihara amal-amal kita, karena "Ad-dunya mazra-atul akhirah".

Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam QS. Az-Zazalah ayat 7 dan 8 :

"Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah niscaya dia akan melihat [balasan]nya."
"Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat [balasan]nya". 

Di bulan Rajab ini kita menanam, kita semai benih kebaikan, kemudian kita siram dan pelihara sampai bulan Sya'ban, Insya Allah besuk memetik/memanen di bulan Romadlon. Bulan yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang amal sunnah derajatnya sama dengan awal wajib, dan kelebihan -kelebihan lainnya yang Allah tetapkan pada bulan Romadlon dengan Lailatul Qadar.


"Wite Iman, Pange Sholat, Godonge Sholawat, Kembange Dzikir, Wohe Ngamal Kang Sholeh." Insya Allah, Aamiin.

Syair dan doa di atas sangat baik, dan jadilah orang yang bijaksana mensikapi keadaan zaman setiap hari, bulan, dan tahun. Siapa yang berdoa kepada Allah SWT. akan dikabulkan doanya, sebagaimana firman-Nya dalam Al Qran Surat Al Mukmin [Ghoofir] ayat 60 : 

"Ud 'uunii Astajib Lakum", 

"Berdoalah kalian kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkan bagi kalian."

Maka marilah agar kita diberkahi pada bulan Rajab dan Sya'ban serta disampaikan kepada Ramadhan, dan juga pada bulan-bulan yang lain di luar bulan haram, Ayo selalu memohon Ridlo dan selalu berdoa, memohon kepada-Nya : dengan menyempatkan di setiap kesempatan nyuwun rohmat [kawelasanipun] Gusti Allah, yang dengan kawelasanipun Gusti Allah meniko saget andadosaken sababiyahipun mlebet suwarganipun Gusti Allah. Aamiin.

"Ya Allah Ampunilah aku, kedua orangtuaku, saudara-saudaraku, anak-anakku, keluargaku, dan orang-orang yang dalam tanggunganku."

"Ya Allah jadikanlah aku, kedua orangtuaku, saudara-saudaraku, anak-anakku, keluargaku dan orang-orang yang dalam tanggunganku mulai hari ini suatu kebaikan, di tengah-tengahnya kebahagiaan, dan pada akhirnya keberhasilan dan keselamatan."

Allahumma Baariklanaa Fii Rajaba wa Sa'baana wa Ballighnaa Ramadlona (Ya Allah berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Sya'ban serta sampaikan kami pada bulan Ramadlon.


Sumber : Pengajian Abah Hana di Masjid Agung Condronegaran Gedongkiwo Yogyakarta [Kamis Pahing malam Jum'at Pon, 23 April 2015].

Benarkah Hanya 3 Hal Saja yang Bermanfaat bagi Orang Mati?

Terdapat perbedaan antara “ghairu sa’yih” (bukan usahanya) dan “sa’yu ghairih” (usaha orang lain). Agama menafikan yang pertama, bukan yang kedua.

Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ

“Jika anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, atau anak shalih yang mendoakannya, atau ilmu yang bermanfaat setelahnya.” (HR. Muslim)

Secara eksplisit, dalam hadits tersebut Rasulullah menjelaskan bahwa hanya ada tiga perbuatan yang amalnya tidak terputus, meski orang yang dulu melakukannya telah meninggal dunia, yaitu shadaqah jariyah, anak shalih yang mendoakannya, atau ilmu yang bermanfaat.

Bila “diperas lagi”, ketiga amal tersebut sejatinya adalah sesuatu yang dulunya dilakukan seseorang, lalu memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Shadaqah adalah prilaku yang memberikan manfaat kepada orang lain. Demikian pula, ‘mencetak anak shalih’ dan ‘mengajarkan ilmu pada orang lain’, akan meniscayakan anak shalih yang mau berdoa dan ilmu yang dimanfaatkan oleh orang lain.

Tak ayal, meski orang yang melakukan ketiga hal ini sudah meninggal dunia, namun kemanfaatan ketiga perbuatan tersebut tidak bakal berhenti. Selagi demikian, pundi-pundi kebaikan itu akhirnya terus mengalir, menjadi pahala jariyah baginya, meski jasadnya telah berkalang tanah.

Akhirnya, ada pihak yang menyatakan, selain tiga jenis perbuatan ini, atau – katakan – perbuatan yang seseorang tidak menjadi penyebab dilakukannya perbuatan tersebut, tidak akan menjadi pahala yang mengalir. Misalnya, perbuatan shalat, puasa, bacaan al-Qur’an, doa dari selain anak, itu tidak akan sampai kepada orang yang telah meninggal dunia, karena dia tidak menjadi penyebab dilakukannya tersebut.

Dalil yang sering mereka sampaikan antara lain firman Allah SWT:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Jam: 39)

Bagaimanakah menjawabnya?

Sebenarnya, terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa orang meninggal itu dapat menerima manfaat dari selain ketiga perbuatan tersebut di atas, termasuk doa dari selain anak. Dalil tersebut dapat ditelusuri dalam al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.

Dalil ayat al-Qur’an, adalah firman Allah dalam Surat al-Hasyr ayat 10:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami..” (QS. Al-Hasyr: 10)

Dalam ayat ini, Allah memuji kaum Muhajirin dan Anshar, sebab mereka memohonkan ampun kepada orang-orang beriman sebelum mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kaum beriman yang telah meninggal dunia itu, mendapatkan manfaat dari doa istighfar orang yang masih hidup, meski bukan dari anak kandungnya sendiri.

Pun, ulama sepakat tentang disyariatkannya doa dalam shalat janazah. Doa-doa dalam shalat janazah dijelaskan dalam banyak hadits Nabi Muhammad SAW. Demikian pula, doa setelah jenazah dimakamkan. Ini semua menjadi argumen bahwa orang meninggal dapat mendapatkan kebaikan doa yang dibacakan oleh orang yang hidup, meski – sekali lagi – bukan dari anaknya sendiri.

Dalam Sunan Abi Dawud dijelaskan, suatu hadits yang diriwayatkan dari Sahabat Utsman bin Affan RA, ia berkata:


كَانَ النَّبِيُّ إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ المَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ فَقَالَ اسْتَغْفِرُوْا لِأَخِيْكُمْ، وَاسْأَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ، فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ.
“Adalah Nabi Muhammad, jika usai menguburkan jenazah, beiau berdiri di atas (kubur)nya dan berdoa, ‘Mohonkanlah ampun untuk saudara kalian, doakan ketetapan untuknya, karena dia sekarang ditanya.”

Nabi juga mendoakan orang-orang yang sudah meninggal dunia saat menziarahi kubur mereka. Diriwayatkan dari Buraidah, ia berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوْا إِلَى المَقَابِرِ أَنْ يَقُوْلُوْا السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمْ العَافِيَةَ


“Rasulullah mengajari mereka, jika mereka pergi ke kuburan-kuburan, untuk mengatakan, ‘Keselamatan untuk kalian, wahai penghuni tempat ini, dari kalangan mukminin dan muslimin, sesungguhnya kami in syaa-Allah akan menyusul kalian. Kami memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian.” (HR Muslim)

Masih dalam Shahih Muslim, diriwayatkan suatu hadits dari Aisyah RA:


سَأَلْتُ النَّبِيَّ كَيْفَ تَقُوْلُ إِذَا اسْتَغْفَرْت لِأَهْلِ القُبُوْرِ؟ قَالَ: قُوْلِي السَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُسْلِمِيْنَ، وَيَرْحَمُ اللهَ المُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَالمُسْتَأْخِرِيْنَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ 


“Aku pernah bertanya kepada Nabi Muhammad, ‘Bagaimana Anda mengatakan, jika aku memohonkan ampun kepada ahli kubur?” Nabi menjawab, ‘Katakan lah: Keselamatan untuk penghuni tempat ini dari kalangan mukminin dan muslimin, semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului dan akan menyusul dari kami dan kalian, sesungguhnya in syaa-Allah kami akan menyusul kalian.” (HR Muslim)

Beberapa dalil tersebut menunjukkan, bahwa dalam contoh ‘doa’, ternyata tidak terbatas pada doa anak shalih. Itu artinya, meski yang mendoakan adalah selain anaknya sendiri, dengan seizin Allah, orang yang meninggal dunia akan mendapatkan kemanfaatan di alam kuburnya.

Bagaimana halnya dengan ayat 39 Surat an-Najm itu yang menyatakan, bahwa seseorang tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya?

Untuk menjawab hal ini, terdapat dua penjelasan. Pertama, bahwa seseorang yang mau berusaha dan berhubungan baik dengan orang lain, akan mendapatkan teman baik. Dengan berusaha, dia akan mendapatkan anak, menikah, dan seterusnya. Berkat usaha baiknya ini, ketika dia meninggal dunia, maka orang-orang itu tak segan untuk mendoakannya. Ini semua adalah dampak dari perbuatannya.

Bahkan, masuknya seseorang dalam bagian kaum muslimin, akan menjadi sebab utama dia mendapatkan manfaat doa dari sesama umat Islam. Dia akan masuk dalam konteks doa yang dipanjatkan umat Islam, “Allahummagghfir, lil muslimiina wal-muslimaat … dst.”

Kedua, harus diperhatikan dengan teliti kandungan makna ayat di atas. Allah menyatakan (yang artinya): “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Jam: 39)

Dalam ayat ini, yang dinafikan adalah “ghairu sa’yihi”, bukan “sa’yu ghairihi”. Maksudnya, Allah menafikan kepemilikan seseorang atas sesuatu yang bukan usahanya (ghairu sa’yihi). Namun dalam ayat tersebut, Allah sama sekali tidak menafikan hak seseorang yang diusahakan oleh orang lain (sa’yu ghairihi).

Oleh karena itu, ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan contoh-contoh doa, yang merupakan ‘sa’yu ghairihi’, seperti disebutkan dalam ayat al-Qur’an dan beberapa riwayat hadits di atas.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

“Maka apakah mereka tidak mentadabburi al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa: 82)

Wallahu a’lam.
Oleh: Ust. Faris Khoirul Anam

Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2015/04/benarkah-hanya-3-hal-saja-yang

Minggu, 19 April 2015

Do'a Yang Dipanjatkan Nabi Ketika Masuk Bulan Rajab

Doa Bulan Rajab

Dalam Kitab Syu’abil Iman, lil Hafizh Al Baihaqi, juz 5 halaman 348, hadits nomor 3534:

أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْمُؤَمَّلِ، حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُحَمَّدٍ الشَّعْرَانِيُّ، حَدَّثَنَا الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، حَدَّثَنَا زِيَادٌ النُّمَيْرِيُّ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ، قَالَ :  اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ، وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Dari Anas, berkata: Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika masuk bulan Rojab beliau berdoa: ALLOOHUMMA BAARIK LANAA FII ROJAB WA SYA’BAAN WA BALLIGHNAA ROMADHOON. “Ya Allah, berkahilah kami didalam bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan”.

Dalam Kitab Musnad Ahmad juz 4 halaman 180, hadits nomor 2346
:

حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ زَائِدَةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ عَنْ زِيَادٍ النُّمَيْرِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ

"... Dari Anas bin Malik, beliau berkata: Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika masuk bulan Rajab, beliau berdoa: ALLOOHUMMA BAARIK LANAA FII ROJAB WA SYA’BAAN WA BAARIK LANAA FII ROMADHOON. “Ya Allah, berkahilah kami didalam bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan berkahilah kami didalam bulan Ramadhan”.

Wallaahu A'lam
Oleh : Ust. Abdullah Afif
Sumber : http://www.muslimedianews.com/2015/04/doa-yang-dipanjatkan-nabi-ketika-masuk.html#.VUXPN8TriNQ.blogger

Sabtu, 18 April 2015

Mengenal Perang 6 Hari dan Perang Yom Kippur : Arab Versus Israel

Sekarang ini dunia Arab disebukkan dengan perang sesama Arab yang tak berkesudahan. Padahal dahulu mereka bersatu padu melawan Israel.

Setidaknya ada beberapa perang besar yang dilancarkan Arab terhadap Israel, diantaranya perang yang dikenal dengan Perang Enam Hari dan Perang Yom Kippur. Sayangnya, perang melawan Israel tak bisa dimenangkan meskipun dunia Arab saat itu bahu membahu. 

A. PERANG ENAM HARI 
P
erang Enam Hari atau Harbul Ayyam al-Sittah (حرب الأيام الستة) juga dikenali sebagai Perang Arab-Israel 1967, merupakan peperangan antara Israel menghadapi gabungan tiga negara Arab, yaitu Mesir, Yordania, dan Suriah, dan ketiganya juga mendapatkan bantuan aktif dari Irak, Kuwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Perang tersebut berlangsung selama 132 jam 30 menit (kurang dari enam hari), hanya di front Suriah saja perang berlangsung enam hari penuh.

Pada bulan Mei tahun 1967, Mesir mengusir United Nations Emergency Force (UNEF) dari Semenanjung Sinai; ketika itu UNEF telah berpatroli di sana sejak tahun 1957 (yang disebabkan oleh invasi atas Semenanjung Sinai oleh Israel tahun 1956). Mesir mempersiapkan 1.000 tank dan 100.000 pasukan di perbatasan dan memblokade Selat Tiran (pintu masuk menuju Teluk Aqaba) terhadap kapal Israel dan memanggil negara-negara Arab lainnya untuk bersatu melawan Israel. Pada tanggal 5 Juni 1967, Israel melancarkan serangan terhadap pangkalan angkatan udara Mesir karena takut akan terjadinya invasi oleh Mesir. Yordania lalu menyerang Yerusalem Barat dan Netanya. Pada akhir perang, Israel merebut Yerusalem Timur, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, Tepi Barat, dan Dataran Tinggi Golan. Hasil dari perang ini memengaruhi geopolitik kawasan Timur Tengah sampai hari ini.

Korban Perang Enam Hari
Korban yang jatuh dari pihak Israel, jauh dari perkiraan semula yang berjumlah lebih dari 10.000, termasuk sedikit: 338 prajurit meninggal di medan pertempuran Mesir, 550 meninggal dan 2.400 luka di medan pertempuran Yordania dan 141 di medan pertempuran Suriah. 

Mesir kehilangan 80% peralatan militer mereka, 10.000 prajurit meninggal dan 1.500 panglima terbunuh, 5.000 prajurit and 500 panglima tertangkap, dan 20.000 korban luka. Yordania mengalami korban 700 meninggal dan sekitar 2.500 terluka. Suriah kehilangan 2.500 jiwa dan 5.000 terluka, separo kendaraan lapis baja dan hampir semua artileri yang ditempatkan di Dataran Tinggi Golan dihancurkan. Data resmi dari korban Irak adalah 10 meninggal dan sekitar 30 terluka.

B. PERANG YOM KIPPUR
Perang Yom Kippur, dikenal juga dengan nama Perang Ramadan atau Perang Oktober (bahasa Ibrani: מלחמת יום הכיפורים Milẖemet Yom HaKipurim atau מלחמת יום כיפור Milẖemet Yom Kipur; bahasa Arab: حرب أكتوبر ḥarb ʾUktōbar atau حرب تشرين ḥarb Tišrīn) adalah perang yang terjadi pada tanggal 6 - 26 Oktober 1973 antara negara Israel yang dikeroyok oleh koalisi negara-negara arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Perang ini selesai dengan kekalahan dan kehancuran total militer negara-negara arab.

Berlangsungnya Perang
Pada tanggal 6 Oktober 1973, pada hari Yom Kippur, hari raya Yahudi yang paling besar, ketika orang-orang Israel sedang khusyuk merayakannya, yang juga bertepatan dengan bulan Ramadan bagi ummat Islam sehingga dinamakan "Perang Ramadan 1973", Suriah, Libya dan Mesir menyerbu Israel secara tiba-tiba. Di dataran tinggi Golan, garis pertahanan Israel yang hanya berjumlah 180 tank harus berhadapan dengan 1400 tank Suriah. Sedangkan di terusan Suez, kurang dari 500 prajurit Israel berhadapan dengan 80.000 prajurit Mesir.

Mesir mengambil pelajaran pada Perang Enam Hari pada tahun 1967 tentang lemahnya pertahanan udara sehingga saat itu 3/4 kekuatan udara Mesir hancur total sementara Suriah masih dapat memberikan perlawanan. Sadar bahwa armada pesawat tempur Mesir masih banyak menggunakan teknologi lama dibandingkan Israel, Mesir akhirnya menerapkan strategi payung udara dengan menggunakan rudal dan meriam anti serangan udara bergerak yang jarak tembaknya dipadukan. Angkatan udara Israel akhirnya kewalahan bahkan banyak yang menjadi korban karena berusaha menembus "jaring-jaring" pertahanan udara itu.

Pada permulaan perang, Israel terpaksa menarik mundur pasukannya. Tetapi setelah memobilisasi tentara cadangan, mereka bisa memukul tentara invasi sampai jauh di Mesir dan Suriah. Israel berhasil "menjinakkan" payung udara Mesir yang ternyata lambat dalam mengiringi gerak maju pasukkannya, dengan langsung mengisi celah (gap) antara payung udara dengan pasukan yang sudah berada lebih jauh di depan. Akibatnya beberapa divisi Mesir terjebak bahkan kehabisan perbekalan. Sementara di front timur, Israel berhasil menahan serangan lapis baja Suriah.

Melihat Mesir mengalami kekalahan, Uni Soviet tidak tinggal diam. Melihat tindakan Uni Soviet, Amerika Serikat segera mempersiapkan kekuatannya. Kemudian, Raja Faisal bin Abdul Aziz dari Arab Saudi mengumumkan pembatasan produksi minyak. Krisis energi muncul dan negara negara industri kewalahan lantaran harga minyak dunia membumbung tinggi. Dua minggu setelah perang dimulai, Dewan Keamanan PBB mengadakan rapat dan mengeluarkan resolusi 339 serta gencatan senjata dan dengan ini mencegah kekalahan total Mesir.

Secara total 2.688 tentara Israel tewas dan kurang lebih 7.000 orang cedera, 314 tentara Israel dijadikan tawanan perang dan puluhan tentara Israel hilang (17 di antaranya bahkan sampai tahun 2003 belum ditemukan). Tentara Israel kehilangan 102 pesawat tempur dan kurang lebih 800 tank. Di sisi Mesir dan Suriah 35.000 tentara tewas dan lebih dari 15.000 cedera. 8300 tentara ditawan. Angkatan Udara Mesir kehilangan 235 pesawat tempur dan Suriah 135.

Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Enam_Hari http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Yom_Kippur
Sumber: http://www.muslimedianews.com/2015/04/mengenal-perang-6-hari-dan-perang-yom.html#.VUXWvMiyQVU.blogger#ixzz3bRdoXItA

Jumat, 17 April 2015

Ilmu Hanya Dapat Diperoleh Dengan Belajar

"Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar." (HR. Bukhari)

Dari hadist di atas teringat apa yang disampaikan oleh Abah Hana Bunandar bahwa tidak semua hal bisa diajarkan tetapi semua hal bisa dipelajari. Hal ini sangat terngiang dalam benak saya, bahwa kemudian ada seorang santri yang merasa berat dan tidak kuat dalam belajar dan ngaji di sekolah sekaligus di pesantren. "ternyata butuh perjuangan untuk mengaji" kata santri tersebut dalam statusnya di facebook, yang kemudian teman tersebut pilih "boyong" alias pulang kampung.


Butuh Perjuangan Untuk Mengaji ?

Ya, betul ! memang demikian. Coba perhatikan [jangan dibayangkan, he he he] seorang santri jelas sekali perbedaannya tidak bisa sebagaimana kalau di rumah, berbeda dengan remaja seusia dan sebaya yang bisa dekat dengan orangtua, saudara, keluarga, dan juga dengan teman lainnya, semua tinggal bilang dan minta ke orangtua : minta uang, minta ini, minta itu, jajan, bermain, liburan, jalan-jalan, dan mengisi waktu luang dengan main game, PS, nonton TV, atau sekedar tiduran bermalas-malasan,  seperti kehidupan remaja secara normal di masyarakat. semua terbatasi oleh aktifitas, kegiatan sekolah dan pesantren, belum lagi aturan-aturan yang sangat ketat sehingga kadang mendapat takzir [sanksi] karena sering menggunakan kesempatan sekedar jalan-jalan ke super market, dll. tanpa izin.

Semua butuh perjuangan, kemauan dan kesungguhan, kecerdasan dan kesabaran, belum lagi biaya yang kadang orangtua dan keluarga menjadi "biayaan" karena masalah biaya, juga tentunya perjuangan masa belajar/studi yang tidak sebentar, tidak bisa disingkat, butuh waktu yang lama, contoh saja sekolah tingkat SD butuh waktu 6 tahun, SMP, SMA masing-masing butuh waktu 3 tahun. Perjuangan tersebut akan berhasil dengan bimbingan guru/ustadz dan doa orangtua di rumah untuk mendapatkan ilmu di sekolah dan pesantren, semua harus dipelajari walaupun tidak diajarkan. Belajar mandiri dan terpadu salah satu kunci sukses di sekolah dan pesantren,

Insya Allah dengan ilmu akan dapat dua hal yaitu sukses dunia dan akherat. Bagaimana mendapatkan ilmu sehingga "Kebahagiaan Dinia dan Akherat" diperoleh ? Jawabnya jelas dan tegas : "Belajar". seperti hadis tersebut di atas Ilmu hanya diperoleh dengan belajar.

Rasulullah SAW. bersabda :


مَنْ أَرَا دَالدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَالْاآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)


Bagaiman supaya kita termasuk orang yang diinginkan dan dikehendaki oleh Allah menjadi baik, sehingga akan diberi pendalaman, keluasan, dan kepahaman akan ilmu ?

Kita harus belajar !